Cara Merawat Iman
Kata pengantar
Salam sejahtera untuk para pembaca yang senantiasa setia dan berani meluangkan waktunya untuk memahami tulisan ini. Tulisan ke kali sekian saya panjatkan untuk menunaikan perasaan dan kejadian yang telah tertelan. Kejadian mungkin tertelan, tapi perasaan tak akan habis. Perasaan terus mengalir pada setiap keping darah, perasaan terus mengendap dalam daging, perasaan terus hidup didalam dan diluar jasad. Perasaan sudah cukup panjang. Silahkan kau belah tulisan ini dengan hati senang.
"Dari sekian banyaknya iman. Adakah iman yang paling aman?"
~
Pengembala kambing mengambil buku diatas tumpukan rumput gajah dan mengambil pena yang terselip diantaranya. Setelah berjumpa dengan pena, ia menyempatkan waktu untuk duduk lalu membuka bukunya dengan tanya. Biasanya dia tak pernah seragu ini. Ia tak pernah tau mana iman yang paling berkualitas, entah itu iman kepada besar atau iman kepada kecil. Ia hanya berpikir bahwa iman itu saling melengkapi. Iman yang dia yakini adalah kasih sayang orang tuanya. Ia ingin menguji iman dengan cara mempertimbangkan beberapa iman. Tapi sayangnya iman itu kasih sayang, tak ada sentimen didalamnya. Tak ada salah didalamnya.
Suatu hari ia bertemu dengan seorang petani, di sebuah jalan panjang yang berlubang. Sang petani sedang mengalami kesulitan, rantai sepedahnya lepas. Saat itu ia bergegas membantunya. Petani itu berusaha menolak tapi pengembala kambing itu juga memaksa membantu. Mau tak mau akhirnya persahabatan harus terjadi.
Setelah rantai kembali ke jalurnya, mereka berdua menyempatkan untuk ngopi sebentar di sebuah gubuk didekat sawah. "Buku apa itu? " Tanya Petani. "Ini adalah sebagian puisi yang ku punya, selebihnya masih ada dikepala" Jawab Pengembala. "Kenapa kau sempat berpuisi ditengah kandangmu, diantara kambingmu, disela aktivitasmu?" Tanya Petani. "Tiada kata terlambat untuk berpuisi" Jawab Pengembala. "Apa aku boleh membacanya?" Tanya Petani. Pengembala pun mempersilahkan Petani untuk baca.
Timur
Kurubah kau yang dahulu sendiri menjadi istri dan kupasang bukti pada salah satu jari. Disuatu pagi kau lari dari dapur, menyiapkan ku nasi dan telur. Tak ada ayam di meja, sebab menunggu telur menetas membuatku terlambat kerja. Dua tangan terangkat, mendoakan ku sebelum berangkat.
Setiap detik menanti kabar berulang, menanti kabar tuk pulang. Jangan menungguku didepan televisi, sebab aku tak bisa janji. Aku tak bisa menjanjikan surga atau bahagia untuk selamanya, tetapi kapan-kapan kita bisa nonton The Adams bersama.
(2022)
Rockstar Paruh Baya
Pergi belajar!
Sesuaikan senar! Sesuaikan gitar!
Bila kau suka, silahkan kejar!
Tetapi jangan sesuai dengan gambar!
Mengambil T-Shirt band favorit dalam lemari.
Memutar lagu The Dance Company.
Papa memang harus begini,
Sehari tak bisa bila tak terkena distorsi.
(2022)
Asgar
Sebotol alkohol kau gendong di telapak tangan. Hari ini banyak sekali ujian, pagi kau Memangkas warna menjadi lukisan, siang kau memangkas kata menjadi hujan, sore memangkas tanah menjadi lahan, malam kau memangkas bulan menjadi makan.
(2022)
Janjian
Kita janjian pukul 12 siang,
dengan pakaian berwarna terus terang.
Kopi baru saja dituang, ke dalam ruang,
yang membuatku tak mau pulang.
Percakapan mencakup segala hal,
dari yang datar hingga yang terjal.
Pelayan sesekali datang,
Membawa pesan bahwa waktu tak lagi luang.
"Resto mau tutup", kata pelayan yang sudah bosan.
Aku dan kau harus berpisah ditengah percakapan.
Aku dan kau belum terselesaikan.
Kita akan bersua kembali kapan-kapan.
(2022)
Sajak yang dibuat penyair sebelum sober
Sore-sore anak-anak bermain bola. Tak ada yang bisa menghentikan mereka, kecuali bola kempes. Kecuali magrib. Kecuali ibu salah satu rekan membawa ikat pinggang milik ayahnya.
Wajah sudah kusam. Ibu sudah menyediakan masakan. Mereka pulang dalam keadaan kotor, Bersamaan dengan ayahnya yang baru balik dari kantor. Kamar mandi hanya satu, mereka harus saling menunggu.
Adik perlu mandi lebih dulu, Guru ngaji telah menunggu. Ayah mengantar adik ke pojok gang, Tempat mengaji yang dahulunya warung dagang. Ayah harus diawasi, Sebab ia sering genit ke guru ngaji.
Guru ngaji mengalah dengan adik, Ia rela membaca buku terbalik.
Ayah ingin ikutan mengaji, tetapi akhirnya
Ayah tewas dimakan huruf-huruf asing.
Ayah terlambat, dan menyesalinya di akhirat.
(2022)
Moderen
Aku dibesarkan di gang laten,
di sebuah kabupaten.
Pendatang menyebutku warga tulen,
Karena kubelum moderen yang kini jadi tren.
(2022)
Kacamata hitam
Siapa suruh pakai kacamata hitam malam-malam!, saut ibu setelah aku menabrak gadis cantik. Darah berhenti mengalir ketika dokter menutup kulitku dengan benang. Darah berhenti mengalir saat berhadapan dengannya. Peristiwa tragis yang pasti kukenang sampai kupunya anak. Sampai istriku merajuk.
(2022)
Tak nyata
Katanya kau bergabung dengan program diet; nyatanya tubuhmu masih terlihat besar dalam siluet.
(2022)
Masakan Ibu
Tetap juara, meskipun ke-sebelas.
Tidak sebaya bila dibandingkan restoran berkelas.
(2022)
Selamat Tahun Baru
Ibu, ayah. Aku tak memiliki kapasitas, untuk meniup terompet, untuk menyalakan api, untuk membakar bintang dan melampauinya.
Aku hanya ingin tahun baru ditemani ayah dan ibu, bergurau senda di ruang tamu, sebab meja makan penuh dengan masakan ibu. Sepertinya tidak khusyuk bila bicara didepan lauk.
(2022)
Hari Ibu
Buku resep memberitahuku cara untuk merayakan sesuatu, Contohnya bolu. Karenanya aku dapat merayakan hari ulang tahun pacarku yang memiliki peluang untuk menghianatiku kelak; karenanya aku berpikir; karenanya aku memberikan bolu itu ke ibu yang senantiasa setia padaku.
(2022)
Penjahit
Akan kuberikan cinta sesuai ukuran ragamu; Akan kuberikan cinta yang lebih awet, dengan bahan coduroy. Kainnya bisa rusak, tergantung cara kau merawat dan memakainya.
(2022)
Cara Merawat Iman
Iman tak bisa diukur, baik kualitas ataupun kuantitas. Aku ingin beriman kejalan yang gaul. Untukmu jeans mu, untukku jeansku.
(2022)
Akuarium
Akuarium adalah penjara bagi buih. Buih tak bisa bebas keluar dari lapisnya, tak bisa mencium harum nafasnya. Ikan malas mencari kerja, tiap hari hanya menunggu tuannya. Pelet habis; walet tipis, kondisi tuan tragis.
(2022)
Saat-saat terakhir
Gesper kakek lebih panjang dari rumah nenek. Yang dicicil kakek saat masih menjadi supir taksi. Radio kakek lebih tua dari usia kakek. Diperkirakan Radio itu telah ada sejak Hitler masih aktif melakukan propaganda. Kini Radio itu sedang menikmati masa-masa pensiunnya, bersama cucu-cucunya yang lucu.
(2022)
Aksi
Kupanjatkan puisi setelah Doa.
Sebagai bentuk usaha.
(2022)
Habis
Atas nama cinta, aku rela kehilangan cinta
(2022)
Buta
Angkasa menemani bingung hingga arunika.
Kala air duduk di danau bersama magata.
Sepasang bayang sesekali berlarian.
Menanyakan kejadian yang terlewatkan.
Ikan kadang mencuri fokus.
Melompat-lompat seperti sirkus.
Mengganggu air yang tenang.
Yang berusaha mengenang.
Air meminta hari ini untuk diampuni.
Bulan terus-terusan menghakimi.
Air telah mengungkap asrarnya.
Melihatnya.
Percuma berlutut.
Percuma bersujud.
Takan diterima di mana-mana.
Sebab sebuah salah statusnya amerta.
(2022)
Tulisan ke kali sekian
Nanti puisi akan pergi kerumahmu. Genrenya perpisahan. Lalu kau hayati diatas ranjang tempat biasa kau menyimpan air mata. Bisa-bisanya kau siasati nestapa. Suara radio kau sandingkan dengan suara hatimu yang sedang. Tidak kencang.
(2022)
Gala
Berangkat pesta dalam keadaan perut nihil,
kau bergegas mengambil piring kecil.
Kau belah kue strawberry cheese,
dengan romantis.
Kau jadikan kue itu puisi.
Kau jadikan gala itu terisi.
Kau menari-nari.
Kau mencuri-curi.
Rambut terurai.
Bagai mahkota di maligai.
Aku mencurigai.
Kau adalah permai.
(2022)
"Tulisan romantis adalah genre orang yang putus asa" Tanggapan Petani usai membaca puisi milik pengembala. "Tulisan tergantung pada iman. Seperti kupu-kupu beriman kepada bunga, Sepert lalat beriman kepada bangkai. Tak ada yang bisa menghakimi iman, karena iman telah memiliki ketentuan" Jawab Pengembala. Jadi apa yang kau imani? Tanya Petani. "Aku belum tau iman mana yang paling aman, tetapi aku berusaha melakukan kebaikan" Jawab Pengembala.
~
Komentar
Posting Komentar